Mengenal Huruf Pegon & Abajadun - Warisan Walisongo (2)
Pakem Pegon
Dalam penulisan bahasa apapun tentu ada pakem atau gramatika tertentu
yang menjadi acuan. Sebagaimana literatur bahasa arab yang mempunyai
pakem bahasa disebut nahwu sharaf, begitupun dalam penulisan huruf
pegon.
Secara tertulis, pakem asli dari huruf pegon belum pernah ditemukan.
Namun, melihat dari bebarapa kitab klasik yang ditulis dengan
menggunakan bahasa daerah, terdapat beberapa huruf yang semuanya hampir
mirip dan perbedaannya hanya tertuju pada pembubuhan huruf vocal saja.
Pakem dari huruf pegon adalah modifikasi huruf arab yang ditranslit
masuk dalam huruf-huruf carakan (aksara jawa), dan bermetafora
menyesuaikan diri dengan huruf abjad (hal ini diistilahkan dengan abajadun) dalam hal inilah (modifikasi dengan huruf abjad) yang banyak dipelajari hingga saat ini.
(tabel belum ada)
Dalam tabel tersebut terdapat berbagai pembawuran (istilah pesantren untuk menilai pada perkara yang diplesetkan) huruf arab yang memang tidak sesuai literatur bahasa aslinya.
Itu bisa dilihat dari beberapa kaidah-kaidah dalam penulisannya.
Seperti huruf (Ca) yang ditulis dengan menggunakan huruf arab (Jim)
dengan titik tiga. Kemudian (Po) menggunakan huruf (Fa’) dengan tiga
titik diatas. Aksara (Dha) menggunakan huruf (Dal) dengan tiga titik
diatas. Aksara jawa (Nya) menggunakan huruf (Ya’) dengan tiga titik
diatas. Serta aksara jawa (Nga) dengan menggunakan huruf arab (‘Ain)
dengan tiga titik.
Huruf pada tabel diatas meruakan huruf mati semua (konsonan) sebelum
dibubuhi huruf vocal. Sedangkan huruf vocal pada literartur arab hanya
ada tiga, yaitu: alif, ya’ dan wawu (ا ÙŠ Ùˆ ). Serta harakat fathah,
dlomah, kasroh, pepet dan hamzah (hanya untuk alif).
Penggunaan huruf vocal dan beberapa harakat ini adalah untuk
memudahkan dan juga menjauhkan kesalahan dalam pembacaan, hal ini karena
dalam penulisan arab pegon atau huruf jawi banyak terjadi kesamaan.
Berikut adalah tabel modifikasi huruf hijaiyah dengan huruf latin atau lebih dikenal dengan istilah Abajadun:
Dalam tabel diatas terdapat sebuah simbol nomor yang tertera dalam
masing-masing huruf, ini berguna untuk menghitung dalam almanak dan
banyak terdapat pada kalender yang menyertakan almanak. Ini tidak
berbeda jauh dalam beberapa huruf Romawi semisal huruf (X) untuk angka
10.
Hanya saja, sebenarnya dalam pembuatan huruf abajadun ini lebih banyak digunakan dalam ilmu hisab (hitung). Hal ini sesuai dengan sejarah dari huruf abajadun itu sendiri.
Ilmu menghitung aksara arab telah di kenal sejak masa kejayaan islam.
ilmu tersebut , konon merupakan bagian proyek alih pengetahuan yang
dihelat Dinasti Abbasiyyah dengan menerjemahkan buku – buku asing.
Setelah melalui proses ” asimilasi” , ilmu itu di kembangkan oleh para
ulama ahli hikmah, sebagai contohnya adalah Al Imam Abdul Abbas Ahmad
bin Ali al Buni dengan kitabnya Syamsul Ma’arif dan Manba’u Ushulil Hikmah serta Al Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali dalam Al aufaq.
Ilmu hikmah adalah ilmu yang di turunkan oleh Allah khusus kepada
Hurmus (tokoh yang hingga kini masih diperdebatkan). Hurmus itulah yang
diberi kemampuan Allah bisa menerjemahkan nilai – nilai gaib menjadi
kenyataan. Dan dari nama Hurmus itu terbentuk kata hermeneutic (upaya menafsirkan yang gaib menjadi kasat mata). Wallahu a’lam.
edited : http://misykat.lirboyo.net/