Sirajut Thalibin, Cahaya Keagungan Tasawuf dari Indonesia

Sirajut Thalibin, Cahaya Keagungan Tasawuf dari Indonesia - Indonesia memiliki tidak sedikit talenta besar dalam sejarah yang mewarnai daftar ulama Islam dunia. Sejak agama Islam menyebar luas di Nusantara abad 9 Hijriyah, tahun 1300an masehi atau sezaman dengan masa hidup Imam as-Suyuthi, beberapa nama dari penjuru Nusantara dikenal memiliki keluasan ilmu sebagai ulama dunia. Di antaranya dikenal dengan nama Syekh Nawawi dari Banten, Syekh Yasin dari Padang bergelar Musnidud Dunya dan Syekh Ihsan dari Kediri, Jawa Timur. Nama terakhir adalah pengarang kitab tasawuf yang akan menjadi ulasan kali ini. Sebuah kitab yang menjadi syarh atau elaborasi bagi kitab tasawuf karya Hujjatul Islam Imam al-Ghozali dengan nama “Sirojut Tolibin ‘ala Minhajil Abidin ila Jihati Robbil Alamin”.
Sirajut Thalibin, Cahaya Keagungan Tasawuf dari Indonesia - Indonesia memiliki tidak sedikit talenta besar dalam sejarah yang mewarnai daftar ulama Islam dunia. Sejak agama Islam menyebar luas di Nusantara abad 9 Hijriyah, tahun 1300an masehi atau sezaman dengan masa hidup Imam as-Suyuthi, beberapa nama dari penjuru Nusantara dikenal memiliki keluasan ilmu sebagai ulama dunia. Di antaranya dikenal dengan nama Syekh Nawawi dari Banten, Syekh Yasin dari Padang bergelar Musnidud Dunya dan Syekh Ihsan dari Kediri, Jawa Timur. Nama terakhir adalah pengarang kitab tasawuf yang akan menjadi ulasan kali ini. Sebuah kitab yang menjadi syarh atau elaborasi bagi kitab tasawuf karya Hujjatul Islam Imam al-Ghozali dengan nama “Sirojut Tolibin ‘ala Minhajil Abidin ila Jihati Robbil Alamin”.

Sirajut Thalibin, Cahaya Keagungan Tasawuf dari Indonesia



Lahir pada tahun 1901 M. Masa remaja Syekh Ihsan dikenal sebagai pemuda yang agak nakal. Gemar terhadap wayang, pentas lakon semacam “film” ala jaman dulu dengan dalang sebagai sutradara dan berbagai karakter tokohnya. Selain itu, Ihsan yang memiliki nama kecil Bakri ini juga bermain judi. Konon agar bandar dan pemainnya kalah, bangkrut, kapok dan berhenti main judi. Ihsan sendiri sebenarnya adalah putra pendiri pesantren Jampes, KH. Dahlan bin Soleh. Kenakalan remaja Ihsan membuat risau keluarganya. Hingga suatu hari Ihsan diajak sowan ke makam K. Yahuda, kakeknya. Sepulang dari sana Ihsan bermimpi dihantam batu oleh kakeknya tersebut karena menolak berhenti nakal. Semenjak itulah Ihsan mau belajar di beberapa pesantren pada ulama seperti KH. Soleh Semarang, KH. Hasyim Asy’ari Jombang dan kepada Guru Para Ulama, KH. Kholil Bangkalan Madura.

Dikenal sebagai sosok cerdas, Ihsan diketahui tidak pernah menetap lama dalam belajar dari gurunya. Hebatnya, pada usia 31 tahun Ihsan sudah mulai menulis karyanya, Sirajut Thalibin yang merupakan syarh dari Minhajul Abidin. Kitab tasawuf karya terakhir al-Ghazali sebelum menutup usia.

Sirajut Thalibin, Seuntai Mutiara Ulama Indonesia

Pada dasarnya, kitab matan Minhajul Abidin sudah merupakan karya istimewa. Dalam kitab ini, Imam Ghazali mengulas jalan, suluk, minhaj, metode, yang harus ditempuh seorang hamba untuk menuju Khaliqnya dengan sebaik-baiknya. Jalan sulit yang dilalui dalam beribadah agar sampai menuju tujuannya yaitu kedekatan kepada Allah I.

Dikarang menjelang akhir hayat Imam Ghazali, Minhajul Abidin merupakan versi penyederhanaan dan penyempurnaan kitab tasawuf al-Ghazali sebelumnya. Seperti Ihya’ Ulumiddin, Mi’rajus Salikin, Misykatul Anwar dan lain-lain. Kitab-kitab tersebut oleh sebagian kalangan dianggap masih berat untuk dipahami dan diterapkan masyarakat awam. Apalagi sebagian di antara kitab tersebut, seperti dalam Ihya’, memuat kisah tingkah “nyleneh” para ahli sufi dan kekasih Allah sehingga dianggap menyimpang menurut pemahaman beberapa kalangan. Kisah nyleneh para sufi mendapat kritik dan kurang diterima sebagian golongan. Al-Ghazali mengatakan, beberapa ilmu sulit dipahami jangkauan akal beberapa orang sebagaimana Al-Qur’an dikatakan oleh mereka yang tidak mengerti sebagai kumpulan dongeng kuno. Tentu saja bagaimana mereka mampu menangkap keistimewaan Al-Qur’an jika tidak memahami kefasihan dan makna serta segala mu’jizat yang terkandung dalam Al-Qur’an. Begitu pula sikap sebagian kalangan yang kurang menjangkau jalan para sufi lalu mengkritik buta bahasa serta perilaku mereka.

Atas dasar inilah, Imam Ghazali mengarang kitab Minhajul Abidin sebagai versi yang lebih simpel dan sempurna untuk dipahami, dipelajari dan diamalkan segala kalangan. Mengurangi sisi tasawuf yang sulit dipahami lalu mengupasnya dengan bahasa dan metode lebih mudah dan sempurna dengan harapan bermanfaat lebih merata.

Sesuai makna nama kitabnya yang berarti “jalan para hamba Allah”, Minhajul Abidin menjelaskan metode beribadah dari titik awal bagaimana memulai perjalanan ibadah yang benar. Bagaimana bentuk pengabdian seorang hamba kepada tuannya yang mengantarkan pada kedekatan menuju Allah serta bagaimana menikmati tiap perasaan yang hadir untuk Allah. Ibadah yang bukan sekedar gerak raga dan rapalan lisan. Dalam kitab ini diketahui Tasawuf adalah penghambaan penuh segala kisi hidup menuju Allah. Pencipta, Pusat dari segala.

Kenapa harus membaca Sirajut Thalibin sebagai syarh Minhajul Abidin? Minhajul Abidin banyak menggunakan majaz atau metafora yang biasa digunakan dalam terminologi tasawuf. Setiap kata kiasan yang dipilih oleh al-Ghozali memiliki kedalaman makna yang sangat tinggi. Tiap kata umum, tiap detail, kalimat asing, khususnya istilah dan kata kunci didedah dan dikupas dengan segala sangkut pautnya dalam berbagai cabang ilmu. Sirajut Thalibin begitu cantik menangkap dan menggali tiap kata.

Secara tidak langsung, Minhajul Abidin menjadi pembimbing atau mursyid bagi mereka yang ingin menghamba dan menikmati jalan ibadahnya. Dalam pada itu, syarh Sirajut Thalibin benar-benar menerangi para santri yang hendak mengaji kitab matan Minhajul Abidin dengan penjelasan yang luas, menjelaskan, memperkaya khazanah pengetahuan pembacanya, membimbing, menunjukkan, layaknya mursyid thariqah bagi para pencari jalan.

Perumpamaan sebuah karya, seperti kata Syekh Ihsan pada pengantar kitab, adalah bagaikan “menyuguhkan ilmu penulisnya dalam satu nampan”. Silahkan dikritik dan diberi saran jika didapati kesalahan. Begitu pula Sirojut Tholibin. Penjelasan yang begitu luas dalam syarh Sirojut Tholibin oleh ulama disebut-sebut sepadan untuk menjadi kitab tersendiri, karena begitu berharga dan begitu mendalamnya tiap penjelasan yang diberikan untuk tiap poin kalimat. Maksudnya, bukan sekedar syarh penjelas singkat belaka. Bahkan tersebab luasnya perbendaharaan ilmu yang dimiliki pengarang, dalam beberapa momen beliau sempat menahan diri agar penjelasan yang diberikan tidak meluber dan melebar dari ruang lingkup yang harus dijelaskan.

Di antara yang diberikan Sirajut Thalibin adalah memilah dan menjelaskan uraian secara bahasa. Menjelaskan beberapa versi arti secara terminologi bahasa kemudian menerangkan maknanya secara dalam menurut penjelasan ulama. Menyisipkan penjelas dari hadis beserta riwayatnya. Tak ketinggalan syair dari banyak ulama Seperti Sayyidina Ali, syahid dari Alfiyyah, Burdah, Jauharah dan banyak referensi lain. Diperkaya lagi dengan bermacam opini tambahan yang masih berkaitan dengan satu kalimat tersebut.

Dalam kitab ini pembaca akan menemui keterangan berharga dari banyak istilah umum namun jarang diketahui penjelesannya. Seperti “taufiq”, “hidayah”, “nafs”, “isyq”, “hubb”, “ibadah”, “syukur” dan banyak penjelasan berharga yang begitu menolong dan memandu pembaca Minhajul Abidin. Keikhlasan beliau terlihat ketika beliau berusaha menyempatkan untuk mencantumkan rujukan setiap kali mengutip kalam ulama dari berbagai kitab. Cukup membantu bagi pembaca yang ingin memperdalam kajian.

Menilik kerja keras, kesungguhan, keikhlasan, kontribusi dan kedalaman serta keluasan ilmu Syekh Ihsan, tidak mengherankan jika kitab ini mendapat sambutan dan pengakuan begitu luas dari dunia Islam. Pertanda ilmu yang bermanfaat. Pertanda terkabulnya doa dan harapan pengarang sebagaimana disampaikan di pengantar kitab. Sirajut Thalibin digunakan di berbagai universitas dunia sebagai materi dalam jurusan Tasawwuf. Dicetak dan disebarkan oleh banyak penerbit besar kitab dunia.

Syarh Sirajut Thalibin menyimpan banyak mutiara. Perjalanan kisah hidup sang pengarang, Syekh Ihsan Jampes juga tak kalah luar biasa. Berawal dari remaja nakal pecandu wayang, beralih menjadi santri cerdas haus ilmu. Mengalami kegetiran hidup yaitu ditakdirkan berpisah dari istrinya. Musibah yang menjadi sebab tidak langsung Syekh Ihsan mengarang kitab Sirajut Thalibin. Bahwa musibah tidak menjadi penghalang menuju kebaikan. Bahwa seorang mu’min menjadikan musibah pemacu menuju hikmah. Selayaknya setiap pembaca yang menikmati kitab ini berharap bisa kembali ke masa 100 tahun yang lalu demi bertemu dengan Syekh Ihsan di Jampes, Kediri. Semoga dari ribuan santri yang terus belajar, Allah memperbanyak “Syekh Ihsan” lainnya di bumi Indonesia. Wallahu A’lam.
amiruddin fahmi

hxxp://www,albashiroh,net