Tipuan Kalahkan Tuan Pelit - Hari itu puasa Ramadhan
menjelang hari keenam. Seperti biasa, Abu Nawas duduk di beranda depan
gubugnya sambil menunggu bedug maghrib tiba. Sambil memandang langit
biru yang mulai nampak senja, Abu Nawas berpikir bagaimana agar dapur
rumahnya agar tetap mengepul.
Sementara itu ada seorang tuan tanah
yang rumahnya tak jauh dari rumah Abu Nawas. Sebagai tuan tanah tentu
saja mempunyai rumah yang besar. Lengkap dengan seperangkat gudang
makanan,lahan peternakan dan kamar. Hampir setiap orang yang berada
didaerah itu bahkan Abu Nawas sendiri bekerja dengan tuan tanah
itu,bekerja keras setiap hari hari tetapi dengan hasil yang sedikit. Dan
bila meminjam bunga denga dirinya maka harus mengembalikan dengan bunga
yang sangat tinggi. Tingkat penghisapanya sangat tinggi. Dan sebagai
mana tuan tanah, dia mempunyai sifat yang pelit, kikir, tamak dan loba.
Tuan tanah ini mendengar kabar bahwa Abu Nawas mempunyai suatu
kepandaian yang aneh. Bila ia meminjam sesuatu maka akan dikembalikan
secara lebih, katanya pinjamannya itu beranak. Seperti meminjam seekor
ayam maka ayam itu akan dikembalikan dua karena ayam itu beranak.
Menarik juga kepandaian Abu Nawas ini pikir sang tuan tanah. Tuan tanah
lalu berpikir agar Abu Nawas segera meminjam darinya.
Secara
kebetulan sore itu Abu Nawas ingin meminjam 3 butir telur kapada tuan
Tanah itu. Tuan tanah tentu saja senang memberikan pinjaman kepada Abu
Nawas karena pinjaman itu akan menjadi banyak karena beranak. Malahan
tuan tanah itu menanyakan kepada abu nawas apakah ingin meminjam yang
lain. Abu Nawas menjawab tidak perlu. Dia hanya butuh 3 butir telur.
Tuan tanah itu bertanya lagi dengan Abu Nawas kapan telur itu akan
beranak?Abu nawas menjawab itu tergantung dengan keadaan.
Lima
hari kemudian, Abu Nawas kembali ke rumah tuan tanah itu. Mengembalikan
telur menjadi 5 butir. Melihat 5 butir telur betapa senangnya Tuan tanah
itu. Tuan tanah lalu menanyakan kepada abu nawas apakah ia akan
meminjam lagi. Abu Nawas lalu meminjam piring tembikar sebanyak 2 buah.
Tuan tanah itu memberikan dengan senang hati dan berharap piringnya itu
menjadi banyak.
Lima hari kemudian Abu Nawas datang dengan membawa 3
piring tembikar. Walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetapi
hatinya cukup gembira karena dua piring dulu hanya melahirkan 1 anak
saja. Tak apa pikir sang tuan tanah karena bisa saja orang mempunyai
anak tunggal bahkan tidak memiliki anak.
Abu Nawas dan Tuan tanah
itu sama – sama senang. Maka dari itu tuan tanah itu meminjamkan uang
senilai 1000 dinar. Jumlah yang sangat besar, gaji buat seluruh karyawan
dan pekerjanya selama 1 bulan. Tuan tanah itu berangan – angan bahwa
uang yang dipinjam abu nawas nanti akan diapakan karena akan banyak
beranak. Tuan tanah itu menanti dengan tidak sabar. Ditunggu selama lima
hari, abu nawas tidak kunjung datang. Hampir satu bulan, Abu nawas juga
tidak datang. Saat tuan tanah akan mendatangi rumah Abu Nawas dengan
centengnya, Abu Nawas datang. Mulanya tuan tanah gembira tapi sesudah
Abu Nawas menjelaskan persoalannya, bukan main marahnya tuan tanah itu.
“Sayang sekali tuan. Uang yang saya pinjam itu, bukannya beranak, malah
tiga hari kemudian mati mendadak. ”Mendengar kata- kata itu betapa
geramnya tuan tanah. Hampir saja Abu Nawas dihajar centeng tuan tanah.
Untung saja ada teman – teman abu nawas yang baru pulang dari bekerja.
Tuan tanah itu mengadukan kepada pengadilan. Tuan tanah itu berharap
Abu Nawas akan digantung atau bahkan dihukum rajam. Dan, pengadilan pun
digelar. Abu Nawas membeberkan semua duduk permasalahanya. Demikian juga
tuan tanah itu menjelaskan. Pengadilan pun memutuskan cukup rasional
(masuk akal). Kalau sesuatu bisa beranak sudah pasti bisa mati. Dan Abu
nawas telah menjalankan lakonnya dengan baik. Adapun tuan tanah yang
tamak itu telah tertipu karena wataknya sendiri yang kikir, tamak,
pelit.