Dzul Kifli; Nabi Apa Bukan?

Dzul Kifli; Nabi Apa Bukan? - Dalam al-Quran Nama Dzul Kifli disebut sebanyak dua kali. Penyebutan ini hanya sekadar informasi bahwa beliau adalah seorang yang sabar dan terpilih. Tidak menjelaskan tentang kerasulannya, dakwah dan kaumnya baik secara garis besar maupun terperinci
Dzul Kifli; Nabi Apa Bukan? - Dalam al-Quran Nama Dzul Kifli disebut sebanyak dua kali. Penyebutan ini hanya sekadar informasi bahwa beliau adalah seorang yang sabar dan terpilih. Tidak menjelaskan tentang kerasulannya, dakwah dan kaumnya baik secara garis besar maupun terperinci. Penyebutan pertama dalam al-Quran adalah surat Al-Anbiya’ ayat 85, yaitu pada firman Allah:

وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ (الأنبياء: 85)


“Dan (sebutkanlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. semua mereka Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Anbiya’: 85)

Kedua adalah firman Allah dalam surat Shad ayat 48:

وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِّنْ الْأَخْيَارِ (ص: 48)

“Dan sebutkanlah kisah Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. semuanya Termasuk orang-orang yang paling baik”. (QS. Shad: 48)

Sebagian besar ulama mengatakan bahwa Dzul Kifli adalah seorang nabi. Beliau adalah putra nabi Ayyub alaihissalam. Nama aslinya adalah Bisyr. Dalam literatur kaum Yahudi beliau disebut Yehezkiel. Disebut Dzul Kifli yang berarti orang yang mempunyai tanggungan atau kesanggupan, dikarenakan beliau menanggung dan sanggup untuk segala persoalan kaumnya dan berbuat adil diantara mereka
Dzul Kifli; Nabi Apa Bukan?


Pendapat sebagain besar ulama ini adalah pendapat yang benar karena nabi Dzul Kifli disebutkan dalam Al-Quran bersama nabi-nabi yang lain disertai dengan pujian. Juga dikarenakan penyebutan nama Dzul Kifli salah satunya terdapat dalam surat Al-Anbiya’ yang berarti para nabi. Ibnu Asyur mengatakan: “Dzul Kifli adalah seorang nabi. Tetapi siapa dirinya sebenarnya masih diperselisihkan para ulama. Ada yang berpendapat beliau adalah nabi Ilyas yang dalam kitab Yahudi disebut Eliya. Pendapat lain mengatakan beliau adalah pengganti Nabi Ilyasa’ dalam kenabian diantara kaum Yahudi”.

Sebagian ulama berpendapat beliau bukan seorang Nabi. Beliau hanya seorang shaleh yang adil dan bijaksana di kalangan Bani Israil, karena tidak ada nash al-Quran akan kenabiannya kecuali beliau disebut sebagai bagian dari orang-orang yang sabar dan orang-orang yang terpilih. Al-Habib Ahmad bin Umar As-Sathiri dalam syarahnya terhadap Matan Safinatun Naja tidak menyebutkan Dzul Kifli sebagai bagian dari 25 orang nabi yang wajib diketahui. Sebagai gantinya beliau menyebutkan Nabi Uzair. At-Thabari mengatakan bahwa masalah ini adalah mauquf, tidak dapat dipastikan apakah ia seorang nabi atau bukan. 



Oleh sebab itu, pembahasan tentang nabi Dzul Kifli hanya terbatas, apalagi mengaitkan Sidarta Gautama (Budha) dengan beliau.

Diantara kisah yang dinisbatkan kepada beliau adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radliyallahu anhuma.

Disebutkan bahwa seorang nabi dari nabi-nabi Bani Israil diberi kekuasaan dan kenabiyan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Di kemudian hari ia mendapat wahyu bahwa Allah akan mencabut nyawanya. Allah berfirman: “Tawarkanlah kekuasaanmu kepada Bani Israil. Barang siapa menanggung (sanggup) untuk shalat malam untukmu hingga subuh, puasa di siang hari dan tidak berbuka, dan memberikan keputusan kepada manusia dan tidak marah, maka berikan kekuasaanmu padanya”.

Nabi itu lalu mengumpulkan kaum Bani Israil dan mengabarkan wahyu itu kepada mereka. Sejenak kemudian seorang pemuda berdiri dan berkata: “Saya akan sanggup melakukan semua itu untukmu”.

Nabi itu berkata: “Adakah orang yang lebih dewasa dari padamu? Duduklah!”.

Nabi itu mengulangi lagi perkataannya semula hingga tiga kali, hingga seorang lelaki berdiri dan berkata: “Aku sanggup menanggung semuanya!”. Sang nabi pun segera memberikan kekuasaannya kepada lelaki itu.

Setelah lelaki itu diangkat menjadi raja, syetan merasa hasud hingga mencoba untuk mengganggunya. Syetan yang telah menyamar menghadap kepada lelaki itu di waktu qailulah (tengah hari), yang biasanya dijadikan waktu untuk beristirahat agar kuat melakukan shalat malam, sebagai bukti kesanggupannya untuk selalu shalat malam hingga subuh. Syetan itu berkata kepadanya: “Sungguh seseorang berhutang kepadaku. Tetapi ia tidak mau membayarnya. Dia telah aku ajak kepadamu, namun ia tidak mau”.

Lelaki itu berkata: “Antarkan aku kepadanya!”.

Si syetan mengantarkannya ke tempat orang yang dimaksud. Di sana mereka menunggu, namun orang yang dimaksud tidak kunjung datang hingga waktu qailulah habis. Lelaki yang telah menjadi raja itu kembali ke istana tanpa bisa istirahat qailulah untuk shalat malam. Tetapi malam harinya lelaki itu tetap melakukan shalat malam hingga subuh.

Keesokan harinya, syetan datang lagi tepat di waktu qailulah, lalu berkata: “Orang yang saya maksud berada di suatu tempat. Jangan kemana-mana hingga aku membawanya ke sini”.

Lalu syetan itu pergi, dan lelaki itu menunggunya hingga istirahat di waktu qailulah tidak dapat ia laksanakan, namun syetan itu tak kunjung datang. Setelah beberapa lama syetan kembali datang dan berkata: “Ia telah lari dariku”.

Malam harinya, lelaki itu tetap melakukan shalat malam seperti biasanya hingga subuh. Dan keesokan harinya syetan datang dan memberitahukan siapa dirinya sebenarnya dan berkata: “Aku merasa hasud atas perlindungan Allah kepadamu. Aku ingin menggelincirkan dirimu, hingga engkau tidak dapat melakukan apa yang telah engkau sanggupi”.

Lelaki itu bersyukur kepada Allah atas anugerah yang telah diberikan. Dan sejak itu lelaki itu disebut Dzul Kifli yang berarti orang yang mempunyai kesanggupan.

Dalam riwayat Ahmad dengan sanad dari Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar sabda Rasulullah yang mana jika sabda itu tidak didengarnya satu atau dua kali maka ia tidak akan menceritakannya. Rasulullah bersabda bahwa Kifl seorang Bani Israil tidak pernah merasa berdosa akan dosa yang ia lakukan. Suatu malam seorang perempuan datang kepadanya. Diberinya perempuan itu 60 dinar, agar ia mau melayaninya. Ketika Kifl hendak melampiaskan hasratnya, perempuan itu gemetar dan menangis. Kifl berkata kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis? Adakah aku telah memaksamu?”.

Perempuan itu menjawab: “Tidak! Tetapi ini adalah pekerjaan yang beluam pernah aku lakukan. Hanya sebuah keperluan saja aku melakukan hal ini”. 

Kifl berkata: “Engkau mau melakukannya, sementara engkau belum pernah melakukannya sama sekali”. 

Kifl lalu turun dan berkata: “Pergilah! Dinar-dinar itu untukmu!. Demi Allah! Kifl tidak akan berbuat maksiat kepada Allah selamanya!”

Setelah kejadian itu, Kifl meninggal pada malam itu juga. Keesokan harinya di pintu rumahnya tertulis: “Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa Kifl”.

Perlu diketahui, Kifl dalam riwayat Imam Ahmad ini bukan Nabi Dzul Kifli. Sebagai ulama hadits mengatakan hadits ini gharib sekali dan perlu ditinjau sanadnya.

Nabi Dzul Kifli wafat dalam usia 75 tahun menurut riwayat ahli sejarah. Dikatakan, makamnya terdapat di desa Kifl, Nablus, Palestina.

Wallahu A’lam

Sumber : http://mutakhorij-assunniyyah.blogspot.co.id