Ustadz Mualaf Itu dan Kelucuannya - Saya lupa kapan persisnya, yang jelas saat itu saya masih mondok di
Jawa Tengah, ada sebuah pengajian akbar di lapangan desa sebelah.
Penceramahnya seorang mualaf. Saya tidak hadir di pengajian itu, tetapi
pamfletnya cukup bisa menggambarkan acaranya: kisah mualaf yang
menemukan jalan hidayah dan membongkar kesalahan agama sebelumnya.
Belakangan saya menemukan banyak video di YouTube si penceramah itu yang isinya lebih pada hujatan agama yang dianutnya sebelum Islam.
Ketika saya di Jogja, fenomena seperti ini kembali muncul. Seorang
ustad yang menemukan hidayah di usia muda menjadi idola para pemuda
pemudi. Pengajiannya sangat ramai dipadati ikhwan dan akhwat di masjid
kampus. Saat itu saya belum mengenal adanya aliran-aliran dalam Islam.
Praktis saya mengagumi adanya seorang mualaf yang berdakwah. Dan saya
follow akun twitternya.
Berbeda dengan penceramah dahulu, ustad yang followersnya sudah tidak
bisa ditampung Monas ini tidak terlalu sering mengolok-olok agamanya
yang dahulu. Ia sesekali mengritik orang yang mengucapkan selamat natal,
tapi ya cuma itu. Tidak sampai tega menghabisi seperti penceramah
sebelumnya yang materinya Zakir Naik banget (padahal Zakir Naik belum
ngehits).
Rasa ilfeel saya pada si ustad bermula menjelang pemilu 2014
lalu. Ia yang brilian dalam mengemas agama secara kekini-kinian,
komentar banyak soal politik. Ia mendadak menjadi ahli fatwa soal agama.
Dan fatwanya yang membuat saya langsung memutus kekaguman adalah dengan
mengatakan bahwa sistem demokrasi adalah sistem kufur.
Tentu saja saya nganu. Lha wong para kiai sepuh yang saya hormati,
yang karyanya jadi rujukan banyak lembaga di dalam dan luar negeri, yang
ahli ushul fikih saja tidak pernah bikin fatwa seperti itu. Lha ini ada
ustad, mualaf, karya kitabnya belum terdeteksi, lha kok
berani-beraninya berkata demikian. Dari mana istinbath hukumnya?
Perlahan-lahan saya mengenal ada lembaga bernama Hizbut Tahrir yang
mengampanyekan sistem khilafah. Beberapa teman saya juga ternyata
bergabung dengannya. Pada muktamar khilafah 2015 lalu, saya turut hadir
di tengah-tengah belasan ribu manusia yang ternyata banyak yang awalnya
diajak pengajian, malah diajak kampanye politik. Dan si ustad dengan
terang-terangan menyatakan sebagai bagian dari partai ini.
Yang bikin saya KZL, si ustad memosisikan dirinya seolah apa
yang dikatakan sebagai sebuah kebenaran tunggal. Apa yang dikatakan
disebutnya sebagai ajaran Islam. Lha saya 7 tahun mondok saja tidak
pernah mendengar hal-hal semacam itu. Padahal ya pondok pesantren diakui
oleh banyak kalangan sebagai salah satu model pendidikan khas Islam,
khususnya di bumi Nusantara.
Saya pun mafhum. Namanya partai politik, apapun bisa dijual, termasuk
agama. Untuk menarik perhatian masyarakat awam, apa yang lebih menarik
dibandingkan agama? Terbukti, teman-teman saya yang terjaring di situ
kebanyakan ya belajar agamanya belum kokoh. Alumni pesantren akan sangat
sulit terpengaruh dengan iming-iming agama seperti itu. Lha wong sudah
makanannya sehari-hari.
Setelah HTI dibubarkan, sang ustad merapat ke beberapa tokoh Islam.
Ia masih mengisi berbagai forum walau bahasan tentang khilafah tidak
begitu dikemukakan. Namun yang membuat banyak kalangan gemas adalah
peristiwa belakangan di mana ia mencitrakan dirinya seolah-olah dizalimi
saat ingin mengisi pengajian di Pasuruan.
Ceritanya saat itu kalangan Nahdliyin meminta panitia untuk membuat
pernyataan bahwa si ustad sudah steril dari aktivitas HTI karena
merupakan organisasi terlarang secara hukum. Nahdliyin juga menuntut
agar si ustad mengakui NKRI, negara yang ditempatinya. Belum sempat
berdialog dengan para penuntut, si ustad sudah kabur. Woalah…
Membicarakan ustad mualaf, hal tersebut bukanlah hal baru. Dulu
sekali di zaman Londo, pernah hidup seorang yang sangat fasih berbahasa
Arab. Namanya Snouck Hurgronje, seorang orientalis asal Belanda. Dia
sangat brilian. Dialah orientalis pertama yang bisa memasuki kota suci
Makkah. Jika sudah bisa masuk Makkah, pasti Islam, kan?
Di sana dia belajar ilmu-ilmu keislaman melalui kitab dan para ahli
agama. Walau pun konon belajarnya ustad Snouck ini hanya untuk
memelajari agama Islam, lalu memecah belah Islam dari dalam. Uniknya, di
beberapa kalangan, nama Snouck masih disebut-sebut dalam doa tawasul.
Hal ini menandakan totalitas sang Snouck dalam membranding dirinya
Islam.
Tapi entah mengapa saya kok lebih respek kepada ustad Snouck. Karena
senakal-nakalnya Snouck, dia tidak pernah mengampanyekan khilafah. Wong
Nabi saja tidak kenal model khilafahnya HTI.
Gitu kok ngaku paling Islam.
Sumber : Islami.Co